Hanya manusialah yang dapat merasakan kepedihan memiliki sesuatu yang tak dibutuhkannya, namun mendambakan sesuatu yang tak dimilikinya dan hanya manusialah yang dapat merasakan kesedihan memiliki sesuatu yang tak dibutuhkannya, namun mendambakan sesuatu yang tak dapat dimilikinya… – Nizami
___________________________________
Perempuan mana yang tak jatuh sakit, jika seberkas cahaya terang dalam dirinya perlahan meredup dan tak lagi bersinar seperti bulan di waktu malam dan matahari di waktu pagi. Perempuan mana yang tak hancur, jika setengah jiwanya hilang bak lautan yang tiba-tiba saja mengering. Dan perempuan mana yang tak gila, jika kekasih yang dicinta dan disayangnya mesti pergi meninggalkan dirinya yang baru saja merayakan hari kasih sayang mereka berdua karena hanya hal sepele ! Lalu apa yang akan dilakukan oleh perempuan tersebut untuk memadamkan api yang menyala dalam dirinya? Tidak, ia tidak akan melakukan apapun kecuali menerima apa yang mendatanginya.
Cinta ibarat sang pembawa anggur yang yang menuangkan minuman di gelas-gelas hingga meluap dan meminum apapun yang dituangkan. Dan tentu saja hal itu membuat kita tak menyadari betapa kuatnya minuman itu sebenarnya. Rasa mabuk yang pertama kali dialami selalu menjadi yang terhebat. Jatuh yang pertama kali selalu menjadi pengalaman yang terberat. Dan patah hati yang dirasakan untuk pertama kali selalu menjadi yang paling menyakitkan. Melupakan dan mengikhlaskannya adalah kunci, jika tidak sesuatu itu akan membawamu menuju jurang kebodohan dan kesengsaraan.
*******
Nama saya Winda, atau seringkali dipanggil Odang oleh orang-orang di kampung. Seorang perempuan yang kerap berpenampilan seperti lelaki pada umumnya. Mungkin seperti itulah anggapan orang-orang terhadap saya, karena hanya melihat penampilan lantas tidak memahaminya terlalu dalam. Dimana saya tidak nyaman dengan memakai baju yang terlalu feminim atau memakai rok yang jika ditiup angin akan membuat mata para lelaki jadi melotot. Tapi biarkan, itu tak masalah bagi saya. Adapun bait – bait dalam cerita ini akan dikisahkan layaknya kehidupan yang terus mengalir atau mungkin membajiri air mata pada saat saya harus mengingatnya kembali.
Apa yang kalian inginkan dalam kehidupan ini ? kebahagian, kesenangan atau mungkin kaya raya? kebahagiaan jawab orang awan itu, tapi itu akan berbeda dengan Mark Manson. Menurutnya segala sesuatu yang berisi pada kebahagiaan itu adalah masalah. Artinya masalah sama dengan kebahagiaan atau masalah adalah bagian dari kebahagiaan kita. Pada intinya kebahagiaan datang dari keberhasilan seseorang untuk memecahkan masalah, kuncinya ada pada kata “memecahkan”. Jika kita senangtiasa berusaha menghindari masalah atau merasa seakan-akan tidak punya masalah apapun, kita akan membuat diri sendiri menjadi sengsara. Sedangkan untuk menjadi bahagia , kita memerlukan sesuatu untuk dipecahkan.
Seperti itu pula kehidupan yang tak akan luput dari secercahan lingkup periodesasi masalah yang menhampiri mahluk seperti manusia. Baik itu datangnya dari lingkup sosial, pendidikan maupun bagi dirinya sendiri. Putus cinta misalkan, ya galau deh akhirnya…..!!! Akan ada suatu waktu dimana perasaan tak lagi seperti pada biasanya, ketenangan yang pada biasanya berhenti pada kehampaan, dan kebahagiaan yang menhampiri setiap waktunya adalah sebuah ilusi. Karena semua itu adalah fatamorgana. Kita tinggal mengunci pintu kamar, dengar lagu-lagu melow dan mematikan lampu kamar. Seketika ruangan menjadi tenang dan yang hanya ada dirimu dengan bantal guling atau boneka beruang kesukaan kita.
******
Setiba waktu perkuliahan selesai para mahasiswa pada buru-buru keluar dari ruangan, berbeda denganku yang lebih memilih mengambil nafas sejenak dan berhias diri berharap akan bertemu dengannya. Siapa lagi kalau bukan Ainun. Salah satu mahasiswa yang telah mencuri perhatian ku sejak bertemu pertama kalinya, namun dia pulalah yang membuatku tidak lagi bisa berpaling dari laki-laki yang lain nan menghampiri setiap saatnya. Bagiku Ainun adalah spesies manusia yang berbeda dengan lelaki pada umumnya, kau tak akan paham cara berfikirnya, sedikit aneh, pendiam tapi satu hal dia itu nyenengin. Mungkin itulah kenapa ia begitu spesial dalam diriku.
Pada awalnya ku tak akan paham, kenapa setiap saatnya saya mesti merasakan kekhawatiran paling hebat setiap dengan seseorang begitu besar pengharapanku padanya. Hingga suatu hari, melalui temanku yang namanya Tenri ada sosok lelaki yang ia ceritakan kepadaku, katanya ada seseorang yang jatuh hati pula kepadaku, terus kutanya
“Siapa namanya?” ia jawab “nantilah kau akan tahu, cus naik ke mobil dulu gih dang”.
Tanpa pikir lama segera ku membuka pintu mobilnya. Di dalam mobil tersebut ku lihat ada lelaki yang sudah menunggu dari tadi, dalam benakku “siapa dia ? dan dari tadi waktu saya masuk dalam mobil tak pernah sekalipun berhenti melihatku sambil tersenyum” hingga aku jadi tersipu malu melihatnya. Lanjut, Si Tenri ini pun akhirnya ikut masuk kedalam mobil.
“Dang, kenalin ini dia namanya Aswar”
“Hey, Aswar *sambil mengajukan salaman kepadaku
“Iya, Winda” jawabku
“Kata Tenri, kamu teman sekolahnya yah?”
“iya, jawabku”
“Tenri, sudah cerita banyak soal kamu pas jalan kerumahmu”
“Aduh…Tenri, kau cerita apa saja ?” *sambil memegang tangan yang bergetar
“Tenang saja wind, hehe” kata aswar.
Disela perjelanan, Tenri berbisik kepadaku.
“Dang, ini dia lelaki yang jatuh hati padamu,
Coba deh kamu kenalan lebih dekat dengannya” dalam benakku apa dia ini “Aswar yang menhubungi saya dan selalu mengajak saya keluar untuk bertemu?”. Tiba-tiba Aswar mengajak kita semua karokean pada akhirnya. Pada hal saya berjanji akan menghubungi ainun setelah ia pulang ke rumah. Singkat cerita, akhirnya kita karokean tak mengenal waktu dan aku pun terhanyut dalam kebahagiaan mereka sampai lupa waktu dan tidak mempedulikan apapun kecuali layar yang ada di depan mata. Termasuk hanpdhone milikku berkedip-kedip tanda ada yang orang yang lagi menelfon.
Hufttt…., Ainun menelfonku hingga beberapa kali, namun tak memperdulikannya. Hingga akhirnya kucoba menelfon balik. Walaupun berkali-kali saya telfon dan mengirimkan pesan kepadanya tapi tak kunjung ia balas sedikitpun. Hati saya pun mendadak cemas dalam mobil dan hanya meratapi penyesalan saya sendiri. Hingga disetiap perjalanan pulang saya hanya bisa diam walaupun kerap kali ditegur oleh Tenri dan Aswar. Dalam benakku hanya terdentung nama “Ainun…ainun…dan ainun..” tiada yang lain. Meski sedikitpun air mata perlahan jatuh yang tak mampu lagi ku tahan. Sesampai depan rumah saya tak sempat pamit pada mereka dan langsung saja mauk ke dalam rumah. Mungkin mereka akan bertanya-tanya kepadaku tapi aku tak peduli. Mungkin inilah hukuman yang mesti aku tanggung sendiri karena mengingkari janji dengan Ainun.
Hampir setelah sejam lebih, tiba-tiba ada pesan masuk dari Ainun, dan kulihat ada pesan foto yang ia lampirkan. Cepat-cepat kubuka pesannya, di dalamnya ada foto berdua anatara saya dan aswar. Entah dimana kemudian Ainun mendapatkan foto tersebut, tak lagi jadi alasan untukku untuk bertanya soal itu, kecuali menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, nasib telah jadi bubur, apapun yang telah kujelaskan kepada Ainun tidaklah kini berarti kecuali arti sebuah kekecewaan. Semua pesan yang kukirimkan kepadanya tidaklah menemui balasan, dan media sosial yang menghubungkanku dengannya tidak lagi ada.
Menghilang di dunia dan menghilang pula dalam dunia maya. Yang ada hanya sisa-sisa tawa dan kenanganku dengannya. Berbaringan di atas kasur, sesambil memeluk bantal guling dan sesekali melihat fotonya di dinding kamarku, penanda semangat pagiku dikala pagi menuju pulau harapan namun ia pula pada akhirnya mengantarkanku pada jurang kepedihan. Satu hal bagi saya, seorang yang memberi kebahagiaan yang tak dapat engkau jelaskan akan selalu menjadi alasan atas kesedihan yang tak bisa kau jelaskan. Dan api cemburu akan membakar hati hingga menghanguskan sejuta kenanganku kepadanya.
******
Hari berganti, tepi perasaan tetaplah sama…..!
Setahun pun berlalu, dan sampai terdengarkan kabar kalau sekarang Ainun telah menjalin kasih dengan seorang perempuan. Dan sontak dalam hati yang begetar hebat, seolah menepis dan tidak mampu menerima realitas, namun itu juga adalah kebenarannya. Patah sepatah-patahnya dan jatuh sejatuh-sejatuhnya. Namun, satu hal yang mesti ia tahu sebelumnya di kala ia menjauh dan hilang dari cakupanku, selama itu pula saya berusaha mencari dirinya namun tak lagi dipedulikan. Hingga kabar buruk tersebut harus saya dengar sendiri dan kuterima dengan berlinang air mata kembali. Selalu saja ada kesedihan yang memnghampiriku? Ataukah saya harus bersepakat dengan Nietche bahwa memang Tuhan itu tidak adil maka Tuhan tidaklah ada?.
Pada hari-hari berikutnya, kehidupan kembali berjalan seperti pada biasanya. Bertemu dengan teman-teman kampus, bercanda ria dengan adik kelas, nongkrong tiada waktu dan seolah lupa akan ada hati yang sedang tergores luka. Mungkin, dengan seperti itu sedikit-sedikit rasa sakit yang tersimpan akhirnya terkikis.
Tak butuh lama tuk menyembuhkan luka, datang seorang lelaki yang mengajakku menuju ke salah satu pesta. Yah, lelaki itu bernama Rasyid. Pria seorang pengusaha muda yang telah terpenjarakan cinta sejak dulu denganku. Ia begitu baik denganku dan juga dekat dengan keluargaku, namun waktu itu ku tak mempedulikannya karena waktu itu saya masih terikat dengan Ainun. Ia mengajakku ke pesta pernikahan kerabat lamanya. Hingga hubungan kami menjadi lebih akrab dan saling menegtahui sama lain. Ku lihat di acara pernikahan yang sungguh sederhana itu terkesan berbahagia baik antara keluarga maupun bagi kedua mempelai di bandingkan pernikahan yang terkesan glamor dan menguras banyak duit jika tak menuju pada esensi pernikahan.
Kulihat juga Rasyid dan kerabat berbicara banyak diatas pelaminan dan seketika, ia memanggilku menuju keatas dan diperkenalkan kepada kerabatnya. Setelah ingin meninggalkan dan bersalaman dengan mempelai, kerabat Rasyid membisikiku dan berkata “Winda, setelah ini kalian lagi yah berdua” yang kulakukan hanya senyum-senyum sendiri sambil melambaikan tangan kepada mereka. Kufikir itu adalah doa buatku dan tinggal saja aku Amin-kan….Amin. Entah dengan Rasyid nantinya saya menikah atau bukan saya hanya bisa berusaha dan berdoa saja. Karena jodoh bukanlah sepenuhnya kehedak semesta dan menjadi determinis seperti Marx, yang ada adalah aktualisasi potensi dan irada (kehendak) Tuhan. Jika itu tercapai, apapun dapat terjadi. Kunfayakun !
Perjalanan cinta seseorang terkadang selalu menemui keelokan dan ceritanya masing-masing, begitupun denganku dan Rasyid. Hampir hinggap setahunan kami menjalin kehidupan romansa bak terhitung purnama kita lewatkan berdua. Masalah-masalah yang tak terkirakan baik besar atau kecil tlah kita lewatkan untuk memantapkan diri bersama dalam lingkup kasih sayang. Senang bercampur tawa, sedih bercampur air mata dan pahitnya telah kami lewatkan. Sungguh kehidupan manusia amatlah dinamis.
******
Tidak ada angin dan tidak ada hujan, tiba-tiba Ainun datang menjumpaikau. Padahal saat itu pun saya tak sengaja pula sedang berada dirumah sepupunya. Entah kenapa ainun begitu senang dan tersenyum padaku. Tapi ku tak peduli lagi, toh juga ia ada yang punya. Sekejap ainun memegang tanganku dan membawaku ke sebuah meja di sudut sana. Dimana yang ada hanya aku dengannya. Tanpa berpikir panjang, Ainun tiba-tiba berkata seperti ini
“Winda, cinta adalah penyakit. Ia membuat orang lemah di hadapan insan yang dicintainya. Ia menyebabkan candu kehidupan, seakan-akan hidup tak punya arti tanpanya, dan seorang harus memiliki ketergantungan dengannya. Oleh karena itu aku tak ingin terjerat cinta lagi, kecuali denganmu” Lalu, mauka kau kembali denganku?
Jatung saya seketika berdenyut kencang, kedinginan dan tak mampu menengok kiri dan kananku. Kecuali melihat kesungguhan hati dari Ainun. Tapi, dalam relung hati ini ada Rasyid sebelumnya. Dengan penuh pertimbangan hati, saya hanya bisa berkata pada ainun “Maaf, saya sedang menjaga perasaan orang lain”. Lalu wajah ainun berubah menjadi diam, dan meninggalkanku di meja tersebut. Namun, satu hal bagi Ainun buatku, ia pula pernah berkata seperti demikian kepadaku ketika saya mengajaknya menonton film. Bukan pula bermaksud untuk membalas dendam, tapi benar saat itu saya telah terjerat asmara dengan Rasyid. Walaupun masih saja ada perasaanku dengannya, tapi demikian pula yang semestinya ia pahami. Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah.
******
Waktu demi waktu saya lalui dengan Rasyid hingga, ada keseriusan dan keinginan terbesar dalam benaknnya untuk meminangku. Tapi,saya tak akan begitu percaya jika hanya dengan kata-kata saja. Karena dalam prinsip saya terlalu banyak orang sibuk untuk menyakinkan dibandingkan membuktikan. Maka jika ia bersungguh-sungguh maka silahkan saja datang kerumah meminta pinangan itu kepada orang tua saya.
Besoknya, datanglah perantara dari pihak Rasyid untuk memintaku, dan berselang setelahnya di hari selanjutnya datanglah keluarga Besar dari pihak Rasyid untuk menepati pertemuan sebelumnya. Disitulah kemudian saya menyadari dan berfikir bahwa kesungguhan cinta rasyid kepadaku. Dan tidak lagi ada keraguan di dalamnya. Tapi, berbeda denganku yang ada sedikit mengganjal. Rasanya saja kok terkesan terburu-buru. Saya saja masih ingin mengejar keinginan-keinganku yang lain. Sontak saja, ibunda saya berkata seperti ini, Dang, pernikahan pun adalah keinginan semua orang, jika ada orang datang dan meminta ini secara baik-baik, kenapa kita tidak menerimanya? Jika memang ini kehendak ilahi semua akan baik-baik saja nak. Ketika kabar akan pernikahanku ini telah disepakati, secepat itu pula kabar ini tersebar kepada keluarga besarku.
Namun, menjelang hari-hari pernikahan ada satu peristiwa yang tak diinginkan. Rasyid tiba-tiba saja menhilang. Tiada kabar tentangnya, hingga berulang kali saya coba berkomunikasi namun tak terhubung dengannya. Yah, hingga akhirnya turut langsung kucari-cari keberadaan tentangnya melalui teman terdekatnya, kudatang kerumahnya dan mengunjungi tempat dimana ia biasa berada, namun hasilnya tetaplah nihil. Orang tuaku pun juga ikut panik dengan kabar ini, dan mempertanyakan kelanjutan resepsi pernikahan ini kepada keluarga Rasyid namun tak pula menemukan jawaban.
Hati mana yang tak hancur, di hari menjelang pernikahan seketika peristiwa yang tak kau inginkan akhirnhya terjadi. Saya tak bisa membayangkan kegilaan apa lagi yang menghampiriku, kacau se-kacau-kacaunya dan hancur sehancur-hancurnya. Lelah dan letih sepanjang hari ku mencari keberadaan rasyid serta tak hentinya ku membendung rasa kecewa keluarga dan rasa bersalahku, hingga pernah suatu waktu ayahku sendir mengusirku keluar rumah karena isu tuntutan diriku yang banyak meminta kepada Rasyid hingga membuatnya harus pergi. Karena ketidakterimaanku terhadap hal tersebut, maka kuniatkan untuk mencari sampai kemanapun ia berada. Sampai saya dapat menemukannya dan membicarakan itu berdua dihadapan orangtuanya tentang tuntutan yang begitu memberatkan dirinya. Tiada perjuangan yang sia-sia, hingga akhirnya kabar tentang rasyid dapat kuketahui lewat salah satu perempuan, bahwa Rasyid berada di Kalimantan. Makin buruknya pula perempuan yang saya temui itu adalah mantannya sendiri. Akan tetapi, beratas namakan harga diri saya tetap menghubungi dirinya. Walapaun pahit sekalipun, tapi semua yang bengko mesti harus diluruskan. Hingga Rasyid kembali kerumahnya, saya pun memberanikan diri untuk mengajaknya untuk bertemu secara langsung dan membicarakan apa yang sebenarnya terjadi.
Di sebuah rumah makan dekat kota, saya dan dirinya akhirnya bertemu dan meminta untuk sejujurnya untuk berkata sebenarnya. Beberapa poin yang saya tangkap dari pembicaraannya, bahwa ada permasalahan internal dari keluarga Rasyid sendiri dan kebingungan akan keraguan dalam dirinya sendiri. Pembicaraan terus saja berlanjut, hingga ia menceritakan kalau Adik perempuannya juga ingin melangsungkan pernikahan dan tidak menerima jika pernikahan Rasyid dilakukan terlebih dahulu dengannya. Karena dalam tradisi keluarga Rasyid tidak akan mengadakan resepsi dua kali dalam satu tahun. Hingga keegoisan adiknya inilah yang membuat Rasyid bingun dan ragu entah ingin berkata apa kepadaku. Tapi, ketidaksetujuan saya adalah dengan sikap yang ia tunjukkan yang tak jantan dan malah menampilkan kebodohannya tersendiri. Satul hal pula yang tak saya terima adalah, isu yang mengatakan kehilangannya karena permintaan dan keserakahanku dalam menuntu banyak kepadanya. Padahal ternyata itu adalah pengalihan dan konstruksi keadaan yang dibangun kepada keluargaku. Setelah rasyid menceritakan itu semua kepadaku, sontak seketika itu pula saya mesti menggigit jari, menanggung kekecewaan mendalam kepada keluarga, Siri’ (malu) kata orang bugis.
Pada saat itu pula, kepercayaan keluargaku kepada keluarga Rasyid hilang seketika, walaupun kedua kalinya Rasyid datang memohon maaf dan meminta pernikahan itu kembali namun, tekat bulat dari orangtua sudah selesai untuk tidak menerima kekecewaan kedua kalinya. Seketika pula hubunganku dengan rasyid menjadi renggang dan memilih menyendiri saja. Untuk kedua kalinya pula saya mesti menanggung sakit yang mendalam. Tak mampu lagi tergambarkan dan tak mampu lagi terfikirkan, hanya air mata selalu menjadi tanda kekecewaan atas kesedihan-kesedihanku. Selama seminggu itulah saya hanya tinggal dalam kamar dan nafsu makan menurun apalagi semangat hidup yang tak lagi ada. Mungkin benar apa yang dikatakan Nietsche, selalu ada kegilaan dalam cinta, tapi ada selalu saja ada alasan atas kegilaan itu.
******
Pagi menampakkan sinar berwarna kuning menembus jendela kamar, sementara matahari yang terbangun dari tidurnya, melukiskan warnah semerah mawar di langit. Namun daku, yang lelah karena kesedihan serta kepedihan, bagaiakan bunga di musim gugur, kelopaknya layu lalu jatuh.
Kuperhatikan jam di dinding dan foto sang kestria yang hilang. Seolah ada dorongan untuk menghubunginya, Yah siapa lagi, jika bukan Ainun. Entah apa yang mampu menggerakkan tangan ku untuk menelfonnya. Tidak lama setelahnya, ainun mengankat telfon dariku. Lalu, akhirnya dengan penuh kerinduan dan kesedihan yang tak lagi mampu ku bendung. Apa yang telah terjadi padaku ku ceritakan seluruhnya kepada Ainun. Tidak lagi ada tempatku mengadu selain daripadanya, tiada lagi pundak untukku bersandar kecuali dengannya dan tiada pendegar yang baik selain dari padanya. Ialah Ainun.
Setelah lama pembicaraan ku dengannya, hingga kita berdua sadar telah sejaman lebih kami berdua telfonan. Namun, karena tak ingin menggangu kepentingan dan kerjaan yang ditekuninya maka kuurungkan untuk mengkahiri sementara percakapanku dengannya. Setidaknya itu mampu memspektrum kembali kehidupanku untuk membaik.
Tiba-tiba saja di akhir percakapan Ainun berkata seperti ini “Winda, engkau bagaikan ngengat yang beterbangan di malam hari, bergarap menemukan cahaya lilin. Tapi jangalah engkau menjadi lilin itu yang mengeluarkan air mata hangat sementara tubuhnya habis dimakan kesedihan. Mengapa kau menyerah? Mengapa kau memutuskan semua harapan ? Aku memiliki cinta dan kau pun punya. Percayalah padaku, aku akan membantumu mendapatkan apa yang telah digaris takdirkan untukmu. Cinta akan kebahagiaan. Saya pun tidak mampu berkata-kata mendegarkan ucapan yang keluar dari mulutnya, dan hanya bisa menghayati setiap kata yang diucapkannya. Seolah setiap sabdanya adalah obat penawar sakit hati ku ini. Oh Tuhan, terimakasih telah kau kirimkan mahlukmu sepertinya dalam benakku. Hingga telpon kami akhirnya harus terputus sejenak.
Tiada lagi air mata, tiada lagi kesedihan yang ada kini adalah usaha memecahkan masalah kini. Maka itu kata Mark Marson, masalah pula adalah sebuah kebahagiaan. Tergantung bagaimana kita memecahkan masalah tersebut. Jangan lari dari masalah, jangan menghindar, namun hadapi. Karena dalam filsafat cinta, rasa sakit itu pula adalah bagian dari pada mencintai. Maka nikmati rasa sakit itu !